IR

Sunday, November 22, 2015

Bahagia



Suatu masa hiduplah yang bernama Cinta. Dia tak berupa hingga nilainya pun tak sanggup jika diukur. Dunia ini sangat mengenalinya, terlebih orang-orang yang menjadikannya alasan untuk hidup. Selain Cinta, hidup pula yang bernama Uang. Dia berupa bahkan beragam nilainya. Dunia ini pun mengenalinya. Orang-orang merasa bangga dengannya, bagi sebagian orang dia sangat penting untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Ada juga yang bernama Nafsu hidup diantara mereka. Dia kadang baik kadang juga buruk, tergantung siapa yang mengendalikannya.

Ketika Cinta bertemu dengan Uang di suatu taman, mereka berbincang mengenai arti kebahagiaan.
“Menurutmu, apa arti bahagia?” tanya Cinta.
“Bahagia itu ya saat aku bisa memiliki segalanya. Jika menurutmu Cinta?” jawab Uang sekaligus balik bertanya pada Cinta.
“Bahagia itu saat aku bisa memberi apapun dengan tulus.”
“Memberi? Hanya memberi? Tidak mengharapkan sesuatu pun? Tulus? Tanpa imbalan? Bukankah di dunia ini tidak ada yang gratis?” Uang bertanya-tanya dengan nada tinggi seolah tak menerima jawaban Cinta.
“Ya. Karena aku yakin jika bahagia dengan prinsipku, aku bisa mendapatkan apapun, terserah Sang Pencipta. Cukup memberi yang ku punya. Memang tidak ada yang gratis, namun apa salahnya kita memberi? Justru saat kita bisa memberilah kita akan merasa lebih bahagia. Kita bisa memberikan apa-apa yang mungkin sedang diharapkan. Pencipta kita pun akan membalasnya, kita pun tentu bisa memiliki seperti yang kau bilang,” Cinta menjawab dengan tetap tenang.
Uang terpesona dengan penjelasan Cinta yang lembut. “bolehkah aku bertanya lagi?”
“Tentu.”
“Apakah kamu tidak ingin memiliki segalanya?”
 “Bukan tidak ingin, namun ada baiknya jangan. Hidup ini memang sangat indah terlebih jika kita memiliki segalanya, bahagia menurutmu juga tidak salah namun kita tidak boleh egois. Ada orang yang mungkin lebih membutuhkan namun tak beruntung. Apakah kamu masih bisa memiliki jika nilaimu kecil?”
“Bisa hanya tak banyak.”
“Lalu jika kamu tak bernilai sama sekali?”
“Bagaimana bisa, mustahil aku memiliki jika diriku tak bernilai sama sekali, apa yang bisa ku beli.”
“Kalau begitu jika bahagia itu harus memiliki segalanya, kasihan mereka yang tak mampu membeli apa-apa. Mereka dibiarkan tidak bahagia?”
Uang seolah kehabisan kata-kata. Cinta meneruskan perkataannya.
“Maka dari itu bahagia akan jauh lebih besar rasanya apabila kita memberi. Kita bisa berbagi kebahagiaan. Walau seandainya saat sempit sekali pun, yakinlah bahagia itu masih ada jika kita bersyukur”.
“Cukup Cinta, sepertinya aku harus pergi,” teriak Uang sambil berlalu.
“Silahkan” jawab Cinta tersenyum keheranan.

Di perjalanan Uang memikirkan kata demi kata yang keluar dari mulut Cinta. Menurut dia ada benarnya, namun rasanya ada yang belum bisa diterima. Bagaimana bisa memberi dengan tulus tanpa mengharapkan apapun. Uang mengkerinyitkan dahi sepanjang jalan, tiba-tiba ada Nafsu lewat lalu menyapanya.
“Heh Uang ada apa denganmu?”
“Hah? Aku?”
“Iya kamu. Wajahmu lucu.”
“Ah kamu bisa saja. Aku tidak apa-apa, hanya sedikit berpikir.”
“Pantas saja alismu begitu. Haha apa yang kamu pikirkan Uang?”
“Nah kebetulan bertemu denganmu, bolehkah aku bertanya?”
“Tentang?”
“Menurutmu Nafsu, apa arti bahagia?”
“Harus dijawab?”
“Iya cepatlah tak perlu banyak tanya lagi” jelas Uang tegas kekesalan.
“Galaknyaa.. Bahagia menurutku ya segalanya sesuai dengan yang ku inginkan.”
“Berarti ada yang kamu harapkan?”
“Iya dan segalanya harus sesuai. Aneh. Kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu?”
Lalu Uang pun bercerita kepada Nafsu mengenai pembicaraannya dengan Cinta. Nafsu sepertinya tidak menerima apa yang dikatakan Cinta.
“Bagaimana bisa kita bahagia dengan memberi? Sedangkan kita juga membutuhkannya. Hidup ini terlalu sayang untuk dibiarkan begitu saja. Bahagia itu bebas melakukan apapun, tidak hanya memberi, kita juga harus memilikinya. Bagaimana bisa menikmati jika tidak memiliki?”  ucap Nafsu dengan emosi.
“Persepsiku berarti tidak salah? Kamu setuju?”
“Iyalah. Tentu kita akan bahagia saat kita bisa membeli ini dan itu, memiliki ini dan itu, memuaskan diri dululah yang penting. Pasti bahagia.”
Perbincangan antara Uang dan Nafsu semakin menyudutkan persepsi Cinta untuk ditolak. Mereka menganggap Cinta terlalu mengada-ngada. Hidup ini realistis dan jangan munafik, segala keindahan dunia ini bisa dimiliki hanya jika bisa dibeli.

Uang pun menemui Cinta menceritakan pertemuannya dengan Nafsu. Uang mencoba mempertahankan persepsinya namun Cinta tak menyalahkan. Cinta tetap lembut menjelaskan maksudnya.
“Aku hanya ingin kamu menyadari suatu hal. Hidup di dunia ini hanya semu, sementara, tak akan selamanya. Apa yang kita miliki akan dipintai pertanggung jawabannya. Sebelum meninggalkan dunia ini pun bisa saja Sang Pencipta mengambil semua apa yang kita miliki. Namun apakah kita akan berhenti bahagia?”
“Kebiasaanmu slalu saja bawa-bawa Sang Pencipta,” ujar Uang sambil memalingkan wajahnya.
“Loh mengapa kamu marah? Bukankah Kita diciptakan oleh-Nya?”
“Iya,” nada Uang masih sebal.
“Kita diciptakan pasti dengan alasan dan tujuan. Dunia ini butuh kamu untuk memenuhi kebutuhannya, namun mereka terkadang lupa denganku. Kamu terlihat jelas nilainya, sedangkan aku tidak terlihat. Sebenarnya mereka juga sangat membutuhkan aku.”
“Dunia ini membutuhkan aku?”
“Iya Uang, kamu membuat orang menjadi tidak kelaparan, kamu membuat orang menjadi berpendidikan, membuat orang bisa menjelajahi dunia, dan banyak hal yang membuat mereka bahagia. Seperti bahagia yang kamu bilang.”
“Benarkah? Lalu hubungannya aku denganmu?”
“Kita sama-sama saling dibutuhkan. Hidup ini akan terasa seimbang. Cinta membuat perbedaan menjadi satu, membuat egois harus mengalah, membuat orang rela untuk berkorban, dan mereka harusnya menjadikan aku alasan untuk dekat dengan Sang Pencipta, maka aku harus slalu menghubungkan dengan-Nya.  Jika aku tidak begitu mungkin aku pun akan seperti yang Nafsu bilang. Aku akan menuntut lebih dari takdir Pencipta, memuaskan diri, menyengsarakan hidup bahkan orang bisa mati terbunuh atau membunuh. Kamu pun harus begitu, kalau tidak dan kamu menuruti kata Nafsu  maka akan merusak, orangtua akan meninggalkan anaknya, suami lupa istrinya, membuat orang membunuh atau terbunuh.”
“Kamu benar Cinta, kalau begitu saat kamu dan aku terhubung dengan Sang Pencipta maka dunia ini bahagia? Sepertinya Nafsu harus mendengar apa katamu." Ucap Uang menyetujui Cinta.
"Ya. Dunia ini pun butuh Nafsu."
"Butuh aku?" Tiba-tiba Nafsu datang mendekati mereka.
“Iya,” jawab Cinta tersenyum.
“Nah kebetulan kamu datang, kamu harus mendengarkan apa kata Cinta wahai Nafs,” ujar Uang meyakinkan.
“Oh ini yang namanya Cinta. Coba jelaskan menurutmu mengapa dunia butuhkan aku? Karena seringnya aku disalahkan saat keburukan terjadi.”
“Tidak hanya untuk hal buruk diri kamu ada, Sang Pencipta menciptakanmu tentu ada fungsinya. Contoh saja saat orang harus makan karena butuh energi, kalau tidak ada nafsu mana bisa makan? Hmm malasmu jika tidak berlebihan justru membuat orang agar tidak terus bekerja sepanjang hari. Kamu pun membuat orang semangat melakukan sesuatu, membuat orang bisa tertidur beristirahat, menjadikan dunia ini memiliki generasi penerus dan banyak hal. Kamu berguna jika dikendalikan dan tidak berlebihan, maka kamu pun harus...”
“Harus terhubung dengan Sang Pencipta. Ya kan?” sahut Uang menambahkan dengan tegas.
“Betul Uang. Kalau kita bersatu dan terhubung dengan Sang Pencipta maka dunia ini bahagia.”
“Kalau begitu kamu yang utama Cinta, biarkan kamu kuat karena Sang Pencipta agar kamu bisa mengendalikan aku dan Uang. Lalu Uang juga diperlukan dan aku pelengkap diantara kalian yang harus dikendalikan. Aku bisa jadi pendukung bisa jadi penghambat, tergantung kuat atau tidaknya hubungan dengan Sang Pencipta.”
Akhirnya mereka sepakat mengenai arti bahagia saat didasari oleh Sang Pencipta. Bukan tentang memiliki atau tidak, karena semua ini hanya titipan dari Pencipta, namun ini tentang tulus atau tidak memberi. Terkadang untuk bahagia harus berkorban lebih besar, inilah hidup di dunia, bukan saat untuk hanya memuaskan diri.

-Selesai-


Blog post ini dibuat dalam rangka mengikuti Kompetisi Menulis Cerpen “Pilih Mana: Cinta Atau Uang?” #KeputusanCerdas yang diselenggarakan oleh www.cekaja.com dan Nulisbuku.com

No comments:

Post a Comment